Rabu, 05 Mei 2010


Semiotika Dasar

Semiotika adalah ilmu tentang tanda yang akhirnya membahas juga masalah penggunaan kombinasi tanda di masyarakat. Semiotika dikembangkan oleh seorang Swiss bernama Ferdinand de Saussure yang banyak mempelajari linguistik. Dari kaya-karyanya di bidang ini teoritikus-teoritikus Perancis mengembangkan apa yang disebut sebagai strukturalisme. Strukturalisme memiliki arti penting dalam studi linguistik dan studi budaya.

Tanda merupakan acuan kita terhadap sesuatu “di luar sana” yang bisa kita sebut sebagai realitas. Sebagai contoh yang sering digunakan dalam linguistik adalah kata “bunga” yang mengacu pada sejenis benda, tumbuhan, yang memiliki tangkai, kelopak, mahkota, benang sari, dan putik. Namun koneksi semacam ini mulai membingungkan penafsir. Ketika menyebut kata “mobil” maka yang ada di dalam pikiran adalah pertanyaan: mobil apa? Seterusnya jika melanjutkan dengan kata-kata semacam “tradisi” atau “kerja”, tanda sederhana ini membuat hubungan yang kita sebutkan tadi menjadi berantakan.

Saussure mengemukakan bahwa permasalahan ini dapat dijernihkan dengan mengatakan bahwa prinsip kerja tanda bukanlah menyatukan benda dengan sebuah nama atau kata, melainkan menyatukan konsep dengan sound image. Sebuah kata yang ditulis misalnya, merupakan kesatuan antara tulisan yang bersifat riil dan sebuah konsep tentang realitas yang bersifat abstrak.

Saussure merasa hubungan konsep dan sound image agak ambigu karenanya ia mengganti hubungan tersebut dengan mengganti “konsep” dengan istilah “petanda” dan “sound-image” sebagai penanda.

Tanda memiliki sifat arbiter atau sewenang-wenang. Kesewenang-wenangan tanda berarti bahwa tidak ada alasan kenapa kita memilih tanda tersebut, yang ada hanyalah kesepakatan bersama, konvensi, tentang tanda yang akan digunakan untuk merepresentasikan suatu realitas.

Padangan Saussure berikutnya adalah mengenai sistem tanda, khususnya bahasa, yang juga bersifat arbiter. Terdapat dua jenis sistem tanda, seperti yang dimaksud oleh Saussure yaitu sintaksis dan paradigma. Sintaksis berarti bahwa bahasa itu bersifat linier, diatur oleh waktu atau rentetan. Sebagai contoh adalah struktur subjek-prediket-objek-keterangan yang diajarkan dalam pelajaran Bahasa Indonesa. Dalam satu waktu, tanda tersebut akan memiliki hubungan dengan tanda lainnya, mungkin dengan kondisi seperti ini bisa terjadi substitusi tanda.

Saussure kemudian mengatakan bahwa penting sekali mempelajari tanda dan hubungannya dengan tanda-tanda lainnya, sebuah hubungan antar tanda. Normalnya tanda yang digunakan oleh manusia bukanlah tanda tunggal melainkan kelompok tanda yang disusun secara kompleks.

Dalam karya visual, hubungan antar tanda, sintaksis dan paradigma akan tetap ada. Jika dalam bahasa hubungan sintaksis menyangkut masalah waktu yaitu sebelum dan sesudah maka dalam karya visual yang perlu menjadi perhatian adalah masalah sintaksis. Gunthe Kress dan Theo van Leeuwen mengidentifikasi tiga kunci utama dalam naskah visual yaitu kanan/kiri, atas/bawah, tengah/pinggir. Untuk analisis paradigmatik biasanya digunakan pertanyaan mengenai alternatif, kenapa harus menggunakan tanda ini, bukan tanda lainnya?

Aturan kanan/kiri atau aturan pada sumbu horizontal tidaklah berada dalam kondisi yang netral dalam berbagai budaya. Penulisan latin lazimnya dimulai dari kiri dan bergerak ke kanan, sementara dalam budaya Arab aturan penulisan justru sebaliknya, yaitu dimulai dari kanan ke kiri. Dalam studinya mengenai masalah ini Kreuss dan van Leeuven memberikan kesimpulan umum yang mengatakan bahwa budaya menulis dan membaca dari kiri ke kanan telah diterima secara luas, hal ini menjadikan kebanyakan pekerja seni visual memanfaatkan bagian kiri dari pusat sebagai sesuatu yang bersifat “lama” dan untuk bagian kanan dari pusat menunjukkan sesuatu yang bersifat “baru”.

Komposisi vertikal yang mengatur mengenai atas/bawah juga membawa konotasi tersendiri. Atas biasanya dikonotasikan sebagai suatu kebaikan, kesehatan, kendali, kesadaran, ketinggian status, sementara bawah merupakan konotasi dari keburukan, penyakit, kebodohan, kerendahan status.

Permasalahan berikutnya adalah mengenai tengah/pinggir. Kress dan van Leeuven menyebutkan bahwa komposisi karya visual juga menghormati prinsip ini. Suatu benda yang diletakkan di tengah memiliki arti sebagai sesuatu yang bersifat utama, pusat informasi, seolah-olah informasi lain hanyalah informasi tambahan atau sebagai pinggiran.

Semiotika memiliki peranan besar dalam memaknai banyak hal. Mempelajari tanda berarti mempelajari bahasa, mempelajari kebudayaan. Dalam tingkatan praktis kita dapat menggunakan semiotika sebagai alat analisis karya-karya konsumsi publik, bagaimana karya tersebut ditampilkan, bagaimana pembuat karya menyusun dan menyimpan kode-kode yang jika kita lihat secara sekilas tidak memiliki arti apapun. Penerapan semiotika analisis terhadap iklan akan dimuat dalam tulisan lain.

Subscribe to: Post Comments (Atom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar