Rabu, 20 Oktober 2010

DALAM JEJAK


Dalam jejak

Dalam jejak jalan setapak yang menanjak
Nanar aku di kelelahan yang membuncah
Carrier hanyalah benda yang ingin kulempar saja ke jurang
Tapi itulah nyawa
Andai aku melemparnya
Itu berarti aku melempar  nyawaku ke sana
Air….
Aku hanya ingin setetes air
Dahaga ini pasti hilang
Langkahku pasti semangat lagi
Lalu aku membalikkan tubuhku ke belakang
Ohh Tuhan....
Sungguh aku telah melupakan
Bahwa di belakangku membentang hamparan hijau yang tak terlukiskan kata
Kelu …. Subhanallah
Liku sungai itu, deretan bukit-bukit itu, awan yang susul menyusul itu,
Kota, Desa, sawah, ladang, danau, dan semua yang aku lihat sekarang
Sejenak aku merenung
Betapa aku hanyalah setitik nokhta dalam luasnya jagat raya
Siapa??? Aku bukan siapa-siapa
Kesombongan telah membawaku ke jalan setapak ini
Kesombongan menaklukkan puncak gunung
Kesombongan ketika mendapat pujian dari kawan, keluarga, kenalan
Bahwa inilah pendaki yang telah mencapai puncak
Bahwa inilah seorang pecinta alam sejati
Bahwa inilah…inilah… 
                          Huh… tidaaaakkk, bukan itu, bukan!!            
Aku menapak di sini sekedar ingin menikmati
Keindahan yang tak banyak orang yang menikmati
Sebuah harapan mendekati alam yang semakin menjauhi kehidupan
Sebuah tulus cinta untukmu
Sahabatku alam

Kumenanti Seorang Pendaki

Kilau Matamu bagai  riak banyu Segara Anak,
Sejuk menusuk hingga ke tulang rusuk
Kilas senyummu bagai  cerah mentari di  pagi hari
Ssenantiasa dinanti di  puncak gunung ini

Bijak kata-katamu  bagai  semilir  bayu di hamparan sabana Tengegean
Membuai siapa saja yang kelelahan
Lembut sapamu bak rangkaian awan di lazuardi
Dan tulus kasih sayangmu….
Bagai putih salju di puncak Jayawijaya , Himalaya, ataupun Alaska

Kekagumanmu  pada gunung, pada langit, pada bumi, pada pengisinya
Adalah bukti keagungan  cintamu pada Ilahi
Pendaki…
Katamu… gunung adalah pasak bumi
Hingga bumi tiada goyah oleh ganas hempasan samudera
Sehingga asamu bagai gunung
Tiada goyah oleh ganasnya gelombang kehidupan
Setangkai Edelweis lambang cinta abadi itu
Kudamba  kau  rangkaikan di hati
Bukan mawar bukan melati
Kuhanya ingin kembang cantigi
Sebagai pengobat luka hati yang akan  kaubalutkan nanti
Pendaki….
Kepadamu sesungguhnya hendak kulabuhkan hati
Dalam lelah pencarian dalam penat penantian
Walau katamu lelaki tidaklah kamu saja
Namun kataku kuingin kamu saja
Hingga bila tubuh terbujur kaku
Kugenggam erat dalam pelukmu
Pendaki….
Dirimu ….
Yang kunanti!!!!
(Januari 2003
Jejak

Andai jejak adalah masa lalu,
Maka ijinkanlah aku untuk terus menapaki jalan setapak ini
Karena itulah masa yang akan datang
Walau nafas tinggal  satu helaan lagi, walau peluh tak menetes lagi
Dan darah tak mengalir lagi

Jiwa.. yang pasti itulah yang akan kubawa
Dan raga biarlah tercampak  di hamparan  sabana

Andai jejak itu adalah masa lalu
Biar aku mengenang saat-saat  indah itu
Dalam pekat malam merayap di antara tebing-tebing sunyi
Menahan hampa dalam dekapan jauh sinar rembulan

Jiwa… biarlah tenang dalam dekapannya
Menghembus untuk terakhir kali
Dalam damai
Dalam naunganmu
Di sana
Di puncak  tertinggi
(lupa tahun berapa...)













Rasa itu

Dulu….kepadamu aku mengeluh
Ratusan malam bercerita
Terdengar tidak terdengar olehmu
Hatiku selalu berbisik kepadamu
Menyuarakan rasa yang sebenarnya aku benci merasakannya
Karena rasa itu telah merenggut hari-hariku yang ceria

Ahhh, Sekali lagi aku bennnnci merasakannya
Bahwa aku ingin sekali melupakannya
Tapi……
Ternyata tak mudah untuk beranjak menanggalkan semua rasa yang telah ada

Mudah memang untuk berbicara
Bahwa luka hati tak kan selamanya
Tapi rasa itu adalah untuk selamanya
Ia datang untuk tinggal bukan untuk pergi
Akankah aku bisa melupakannya?
Karena aku sesungguhnya tak kan bisa melupakannya
Bilakah melupakannya?
Mungkin Aku akan melupakannya!!

Rasa itu….
Mungkin menyiksaku
Tapi…
Mungkin juga kelak membahagiakanku
Hanya saja mulut yang masih berbuih
Memekikkan duka karena rasa itu
Adakah kamu mendengarnya??



Ifien punya 

BENALU TUA

Aku hadir dalam batas-batas kewajaran
Di antara rekahan pohon tumbang yang mengering
Ingin sekali memberi sentuhan hijau pada daun-daun
Yang berserakan

Entahlah…
Aku hanya benalu tua yang sebentar lagi mati
Pokok tempatku bernaung terbujur kaku dimakan waktu
Ranting-ranting tempatku bermain telah tersapu

Ah aku hanyalah benalu
Yang tak tahu malu
Lihatlah daun-daun itu
Kelaparan dan berguguran karena aku

Biarlah di sisa masa
Akan aku raih saja
Daun mana yang termuda
Ambillah hijauku untukmu
Demi generasimu
Demi tunas-tunasmu

Ifien punya











Rinduku Kerinduanku

Kutatap mega-mega-Mu dalam kerinduan yang membuncah
Aku mengerang pada rangkaian awan yang beriringan

Tuhan…..
Beri Aku harapan akan ampunan
Beri Aku pijakan dalam kegamangan

Kerinduanku akan naungan kasih-Mu
Dalam siang dan malamku
Bilakah jiwa menjadi bagian-Mu?
(Lagi gelisah nihh di kos....)